Rabu, 04 April 2012

CINTA & WAKTU
alkisah disebuah desa hiduplah beberapa benda2 abstrak, ada cinta, kekayaan, kegembiraan, kecantikan, kesedihan dan kawan2. mereka hidup berdekatan dengan rukun dan saling toleransi. suatu hari desa tersebut di terpa badai sehingga air laut akan menenggelamkan desa mereka. seluruh isi desa segera berlarian menyelematkan diri. cinta sangat kuatir karena ia tidak bs berenang, akhirnya cinta berlari ketepi pantai sambil menunggu pertolongan. lewatlah kekayaan, "kekayaan, kekayaan,,,,!!!, tolong aku,," teriak cinta. "maaf cinta perahuku sudah penuh dengan harta2, diperahuku jg udah gk da tmpt buatmu nnti perahuku bisa tenggelam." jawab kekayaan sambil mengayuh perahunya meninggalkan cinta. cinta semakin sedih, sedangkan air terus naik hingga ke kaki cinta.
dari kejauhan cinta melihat kegembiraan dan kecantikn, "kegembiraan dan kecantikan, tolong aku,,,,,!" teriak cinta dengan tangisan. "maaf cinta kami gak ada waktu buatmu,,bye,bye,,,,,", jawab mereka dengan sombong. "kalian tega" rintih cinta dgn isak tangis dan airmata. lalu lewatlah kesedihan, "kesedihan, aku mohon bawalah aku bersamamu,,,,"pinta cinta, sedangkan air terus naik hingga ke dadanya. "maaf cinta aku lagi sedih, perahuku udah penuh dengan airmata, nanti beban perahuku makin berat dan bs tenggelam. semua perahupun terus berlalau tanpa menghiraukan cinta.
saat kritis, tiba2 terdengar suara, "cinta segera pegang tanganku dan naiklah ke perahu", pinta tua dengan perahu sederhananya. si tua tersebut mendaratkan cinta ke pulau terdekat. setelah cinta mendarat, si tua tadi segera pergi tanpa kata. cintapun mencoba menanyakan perihal orang yang menolongnya tadi dgn warga sekitar. "maaf , anda tahu siapa yang menolong saya?" tanya cinta ma warga. " dia adalah sang waktu." jawab warga . "tapi kenapa ia menolong saya sedang dia dan saya tdk saling kenal. sedangkan teman2 saya seprti kekayaan dll enggan menolongku?." tanya cinta heran. "hanya waktulah yang tahu berapa nilai cinta yang sesungguhnya, makanya ia selalu ada buatmu." jawab warga.
all is well
SEGENGGAM GARAM
suatu hari disebuah desa terpencil, pagi yang sedikit dingin hidup seorang bijak dengan gubuknya yg reyot. dia keadatangan tamu dengan penampilan yg serba kusam bahkan dr wajahnya tergambarkn ia lagi galau. si tamu td curhat kepada si bijak, bahwa dia adl manusia yg paling buntung, bk perihal karir,jodoh,dsbx. si tamu td seakan kehilang semangat hidupnya. si bijak hanya diam mendengarkan, setelah si tamu selesai mengadukan dukanya, si bijak mengambil segenggam garam dan mengaduknya kedalam gelas yg berisikan air, lalu menyuruh pemuda tadi meminumnya. "anak muda minumlah air ini dan terangkan bagaimana rasanya?." ucap si bijak. " pret, cuh, cuh, ,,,,,rasanya asin banget ", jawab si tamu.
lalu si bijak mengajak si tamu tadi ke tengah hutan tidak jauh dari gubuknya. di tengah hutan si bijak menghampiri telaga yang luas kemudian memasukkan segenggam garam ke dalam telaga, lalu menyuruh si tamu tadi meminum air telaga tersbt. "minumlah air telaga ini dan bagaimana rasanya?". ucap si bijak. " waw,,,,mantep...nikmat bin segerrrrrrrrrrr..", ucap si tamu.
setelah si tamu merasakan seger di tenggorokan minum air telaga sepuasnya, si bijak mngajak si tamu duduk bersipuh di pinggir telaga dan berucap, " anak muda, segenggam garam tadi itu ibarat kegalauan, dan segelas air yang bercampur garam sangat terasa menusuk di lidahmu. sedangkan air ditelaga yg bercampur segenggam garam tadi terasa menyegarkan selurh tubuhmu. itu adalh perumpamaan, seberat apapun masalah yang membadai kita, itu akan terasa kalau kita memiliki hati yang pesimis, sempit pemikiran,pergaulan, itulah di umpamakan gelas. dan masalah tu akan terasa enteng kalau hati kita seperti telaga yang luas, caranya positif thinking, perluas pergaulan, spirit dsbx...." jelas si bijak. si tamu hanya terdiam.
lalu mereka pergi dengan semangat baru,,,,,,,,,,,

ALL IS WELL
prophet story of muhammad.
Nabi Muhammad saw berasal dari kabilah Quraisy, tepatnya keturunan Hasyim. Ayah beliau adalah Abdullah bin Abdul Muthalib, cucu Hasyim. Ibunda beliau adalah Aminah binti Wahb yang berasal dari keturunan Bani Zuhrah, salah satu kabilah Quraisy. . Setelah menikah, Abdullah melakukan pepergian ke Syam. Ketika pulang dari pepergian itu, ia wafat di Madinah dan dikuburkan di kota itu juga. . Setelah beberapa bulan dari wafatnya sang ayah berlalu, Nabi pamungkas para nabi lahir di bulan Rabi’ul Awal, tahun 571 Masehi di Makkah, dan dengan kelahirannya itu, dunia menjadi terang-benderang. Sesuai dengan kebiasaan para bangsawan Makkah, ibundanya menyerahkan Muhammad kecil kepada Halimah Sa’diyah dari kabilah Bani Sa’d untuk disusui. Beliau tinggal di rumah Halimah selama empat tahun. Setelah itu, sang ibu mengambilnya kembali. . Dengan tujuan untuk berkunjung ke kerabat ayahnya di Madinah, sang ibunda membawanya pergi ke Madinah. Dalam perjalanan pulang ke Makkah, ibundanya wafat dan dikebumikan di Abwa`, sebuah daerah yang terletak antara Makkah dan Madinah. Setelah ibunda beliau wafat, secara bergantian, kakek dan paman beliau, Abdul Muthalib dan Abu Thalib memelihara beliau. Pada usia dua puluh lima tahun, beliau menikah dengan Khadijah yang waktu itu sudah berusia empat puluh tahun. Beliau menjalani hidup bersamanya selama dua puluh lima tahun hingga ia wafat pada usia enam puluh lima tahun. Pada usia empat puluh tahun, beliau diutus menjadi nabi oleh Allah. Ia mewahyukan kepada beliau al-Quran yang seluruh manusia dan jin tidak mampu untuk menandinginya. Ia menamakan beliau sebagai pamungkas para nabi dan memujinya karena kemuliaan akhlaknya. Beliau hidup di dunia ini selama enam puluh tiga tahun. Menurut pendapat masyhur, beliau wafat pada hari Senin bulan Shafar 11 Hijriah di Madinah. Bukti Kenabian Rasulullah saw Secara global, kenabian seorang nabi dapat diketahui melalui tiga jalan: 1. Pengakuan sebagai nabi. 2. Kelayakan menjadi nabi. 3. Mukjizat. Pengakuan Sebagai Nabi Telah diketahui oleh setiap orang bahwa Rasulullah saw telah mengaku sebagai nabi di Makkah pada tahun 611 M., masa di mana syirik, penyembahan berhala dan api telah menguasai seluruh dunia. Hingga akhir usia, beliau selalu mengajak umat manusia untuk memeluk agama Islam, dan sangat banyak sekali di antara mereka yang mengikuti ajakan beliau itu. Kelayakan Menjadi Nabi Maksud asumsi di atas adalah seorang yang mengaku menjadi nabi harus memiliki akhlak dan seluruh etika yang terpuji, dari sisi kesempurnaan jiwa harus orang yang paling utama, tinggi dan sempurna, dan terbebaskan dari segala karakterisitik yang tidak terpuji. Semua itu telah dimiliki oleh Rasulullah saw. Musuh dan teman memuji beliau karena akhlaknya, memberitakan sifat-sifat sempurna dan kelakuan terpujinya dan membebaskannya dari setiap karakterisitik yang buruk. Kesimpulannya, akhlak beliau yang mulia, tata krama beliau yang terpuji, perubahan dan revolusi yang beliau cetuskan di seanterao dunia, khususnya di Hijaz dan jazirah Arab, dan sabda-sabda beliau yang mulia berkenaan dengan tauhid, sifat-sifat Allah, hukum halal dan haram, serta nasihat-nasihat beliau telah membuktikan kelayakan beliau untuk menduduki kursi kenabian, dan setiap orang yang insaf tidak akan meragukan semua itu. Mukjizat Mukjizat dapat disimpulkan dalam lima hal: 1. Mukjizat akhlak. 2. Mukjizat ilmiah. 3. Mukjizat amaliah. 4. Mukjizat maknawiyah. 5. Mukjizat keturunan. Mukjizat Akhlak Sejak masa muda, Nabi Muhammad saw telah dikenal dengan kejujuran, amanat, kesabaran, ketegaran, dan kedermawanan. Dalam kesabaran dan kerendahan diri beliau tidak memiliki sekutu dan dalam kemanisan etika beliau tak tertandingi. “Sesungguhnya engkau berada di puncak akhlak yang agung.” Dalam memaafkan, beliau tak ada taranya. Ketika mendapatkan gangguan dan cemoohan masyarakatnya, beliau hanya berkataاَللّهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِيْ فَإِنَّهُمْ لاَ يَعْلَمُوْنَ “Ya Allah, ampunilah kaumku, karena mereka tidak mengetahui.”Beliau selalu mengharapkan kebaikan seluruh umat manusia, penyayang dan belas-kasih terhadap mereka. “Ia belas-kasih dan pengasih terhadap Mukminin.” Beliau tidak pernah menyembunyikan keceriaan wajah terhadap para sahabat dan selalu mencari berita tentang kondisi mereka. Beliau selalu memberikan tempat khusus kepada orang-orang baik di sisi beliau. Orang yang paling utama di sisi beliau adalah orang yang dikenal dengan kebajikanya terhadap Muslimin dan orang yang termulia adalah orang yang lebih bertindak toleran dan tolong-menolong terhadap umat Islam. Beliau tida pernah duduk dan bangun (dari duduk) kecuali dengan menyebut nama Allah dan mayoritasnya, beliau duduk menghadap ke arah Kiblat. Beliau tidak pernah menentukan tempat duduk khusus bagi dirinya. Beliau memperlakukan masyarakat sedemikian rupa sehingga mereka merasa dirinya adalah orang termulia di sisi beliau. Beliau tidak banyak berbiacara dan tidak pernah memotong pembicaraan seseorang kecuali ia berbicara kebatilan. Beliau tidak pernah mencela dan mencerca seseorang. Beliau tidak pernah mencari-cari kesalahan orang lain. Budi pelerti beliau yang menyeluruh telah meliputi seluruh umat manusia. Beliau selalu sabar menghadapi perangai buruk bangsa Arab dan orang-orang yang asing bagi beliau. Beliau selalu duduk di atas tanah dan duduk bersama orang-orang miskin serta makan bersama mereka. Dalam makan dan berpakaian, beliau tidak pernah melebihi rakyat biasa. Setiap berjumpa dengan seseorang, beliau selalu memulai mengucapkan salam dan berjabat tangan dengannya. Beliau tidak pernah mengizinkan siapa pun berdiri (untuk menghormati)nya. Beliau selalu menghormati orang-orang berilmu dan berakhlak mulia. Dibandingkan dengan yang lain, beliau lebih bijaksana, sabar, adil, berani dan pengasih. Beliau selalu menghormati orang-orang tua, menyayangi anak-anak kecil dan membantu orang-orang yang terlantar. Sebisa mungkin, beliau tidak pernah makan sendirian. Ketika beliau meninggal dunia, beliau tidak meninggalkan sekeping Dinar dan Dirham pun. Keberanian beliau sangat terkenal sehingga Imam Ali as pernah berkata: “Ketika perang mulai memanas, kami berlindung kepada beliau.” Rasa memaafkan beliau sangat besar. Ketika berhasil membebaskan Makkah, beliau memegang pintu Ka’bah seraya bersabda (kepada musyrikin Makkah): “Apa yang kalian katakan dan sangka sekarang?” Mereka menjawab: “Kami mengatakan dan menyangka kebaikan (terhadapmu). Engkau adalah seorang pemurah dan putra seorang pemurah. Engkau telah berhasil berkuasa terhadap kami. Engkau pasti mampu melakukan apa yang kau inginkan.” Mendengar pengakuan mereka ini, hati beliau tersentuh dan menangis. Ketika penduduk Makkah melihat kejadian itu, mereka pun turut menangis. Setelah itu beliau bersabda: “Aku mengatakan seperti apa yang pernah dikatakan oleh saudaraku Yusuf bahwa ‘Tiada cercaan bagi kalian pada hari ini. Allah akan mengampuni kalian, dan Ia adalah Lebih Pengasih dari para pengasih’.” (QS. Yusuf: 92) Beliau memaafkan seluruh kriminalitas dan kejahatan yang pernah mereka lakukan seraya mengucapkan sabda beliau yang spektakuler: “Pergilah! Kalian bebas.” Mukjizat Ilmiah Dengan merujuk kepada buku-buku yang memuat sabda, pidato dan nasihat-nasihat beliau secara panjang lebar, mukjizat ilmiah beliau ini dapat dipahami dengan jelas. Mukjizat Amaliah Dapat diakui bahwa seluruh perilaku beliau dari sejak lahir hingga wafat adalah sebuah mukjizat. Dengan sedikit merenungkan kondisi dan karakteristik masyarakat Hijaz, khususnya masyarakat kala itu, kemukjizatan seluruh perilaku beliau akan jelas bagi kita. Beliau bak sebuah bunga yang tumbuh di ladang duri. Beliau tidak hanya tidak terpengaruh oleh karakteristik duri-duri itu, bahkan beliau berhasil merubahnya. Beliau tidak hanya terpengaruh oleh kondisi kehidupan masyarakat kala itu, bahkan beliau berhasil mempengaruhi gaya hidup mereka. Dalam kurun waktu dua puluh tiga tahun, beliau telah berhasil melakukan empat pekerjaan besar dan fundamental meskipun banyak aral melintang dan problema yang melilit. Masing-masing pekerjaan itu dalam kondisi normal semestinya memerlukan usaha bertahun-tahun untuk dapat tegak berdiri sepanjang masa. Keempat pekerjaan besar itu adalah sebagai berikut: Pertama, berbeda dengan agama-agama yang sedang berlaku pada masa beliau, beliau mendirikan sebuah agama baru yang bersifat Ilahi. Beliau telah berhasil menciptakan banyak orang beriman kepada agama tersebut sehingga sampai sekarang pun pengaruh spiritual beliau masih kuat tertanam di dalam lubuk hati ratusan juta pengikutnya. Menjadikan seseorang taat adalah sebuah pekerjaan yang mudah. Akan tetapi, menundukkan hati masyarakat, itu pun sebuah masyarakat fanatis dan bodoh tanpa syarat dan menjadikan mereka taat dari lubuk hati bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah. Kedua, dari kabilah-kabilah berpecah-belah yang selalu saling bermusuhan dan memiliki hobi berperang, beliau berhasil sebuah umat yang satu dan menjalin persaudaraan, persamaan, kebebasan dan kesatun kalimat dalam arti yang sebenarnya di antara mereka. Setelah beberapa tahun berlalu, beliau berhasil membentuk sebuah umat yang bernama umat Muhammad saw. Hingga sekarang umat ini masih eksis dan terus bertambah. Ketiga, di tengah-tengah kabilah yang berpecah-belah, masing-masing memiliki seorang pemimpin, biasa melakukan pekerjaan secara tersendiri dan tidak pernah memiliki sebuah pemerintahan yang terpusat itu, beliau berhasil membentuk sebuah pemerintahan yang berlandaskan kepada kebebasan dan kemerdekaan yang sempurna. Dari sisi kekuatan dan kemampuan, pemerintahan ini pernah menjadi satu-satunya pemerintahan mutlak di dunia setelah satu abad berlalu. Beliau pernah menulis enam surat dalam satu hari kepada para raja penguasa masa itu dan mengajak mereka untuk memeluk Islam, raja-raja yang menganggap diri mereka berada di puncak kekuatan dan meremehkan kaum Arab. Ketika surat beliau sampai ke tangan raja Iran dan melihat nama beliau disebutkan di atas namanya, ia marah seraya memerintahkan para suruhannya untuk pergi ke Madinah dan membawa Muhammad ke hadapannya. Ya! Para raja itu berpikir bahwa bangsa Arab adalah sebuah bangsa yang tidak akan menunjukkan reaksi apa pun di hadapan pasukan kecil seperti bala tentara Habasyah. Bahkan, mereka akan lari tunggang-langgang meninggalkan Makkah dan kehidupan mereka, serta berlindung ke gunung-gunung. Mereka tidak dapat memahami bahwa bangsa Arab telah memiliki seorang pemimpin Ilahi dan mereka bukanlah bangsa Arab yang dulu lagi. Keempat, dalam kurun waktu dua puluh tiga tahun, beliau telah menetapkan dan menunjukkan sederetan undang-undang yang mencakup seluruh kebutuhan umat manusia. Undang-undang ini akan tetap kekal hingga hari Kiamat, dan mempraktikkannya dapat mendatangkan kebahagiaan umat manusia. Undang-undang ini tidak akan pernah layu. “Kehalalan Muhammad adalah halal selamanya hingga hari Kiamat dan keharamannya adalah haram selamanya hingga hari Kiamat.”[1] Undang-undang ini akan selamanya hidup kekal. Di hauzah-hauzah ilmiah selalu dibahas dan didiskusikan oleh para fuqaha besar dalam sebuah obyek pembahasan fiqih, Furu’uddin dan kewajiban amaliah. Mukjizat Ma’nawiyah Mukjizat abadi beliau adalah al-Quran yang telah turun kepada beliau dalam kurun waktu dua puluh tiga tahun, dan dari sejak saat itu hingga sekarang selalu mendapatkan perhatian dan penelaahan dari berbagai segi oleh seluruh masyarakat dunia. Kitab ini berhasil membangkitkan rasa heran para ilmuan dan sepanjang masa masih memiliki kekokohan dan kedudukannya yang mulia. Kitab ini terselamatkan dari segala bentuk tahrif, pengurangan dan penambahan. Ratusan tafsir dan buku tentang hakikat arti dan kosa katanya telah ditulis. Allah telah menjamin keterjagaannya dalam firman-Nya: إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَ إِنَّا لَهُ لَحَافِظُوْنَ “Kami-lah yang telah menurunkan al-Quran ini dan Kami pulalah yang akan menjaganya.”[2] Mukjizat Keturunan Salah satu mukjizat beliau yang lain adalah keturunan suci beliau yang terjaga dari dosa. Hanya kedudukan tinggi kenabianlah yang mampu menghaturkan putri-putri dan para imam ma’shum seperti ini kepada masyarakat. Seseorang yang sadar dengan memperhatikan ilmu, kehidupan, ucapan dan perilaku Ahlubait as akan mengakui bahwa setiap dari mereka, sebagaimana al-Quran, adalah dalil tersendiri atas kenabian Rasulullah saw. Seandainya tidak ada dalil lain untuk membuktikan kenabian Rasulullah saw kecuali keberadaan keturunan semacam itu, hal itu sudah mencukupi dan hujjah sudah sempurna. Pembahasan panjang-lebar tentang masalah ini tidak relevan untuk kesempatan pendek ini. KARAKTER DAN KEUTAMAAN RASULLULLAH SAW Salah satu karekter rasulullah saw yang paling menonjol adalah kemenangan tidak menjaga kan dia bangga hal ini bisa kita lihat diperang badar dan pembebasan kita makkah(fathu makkah) dan kekalahan tidak membuat dia putus asa dapat kita lihat pristiwa perang uhud bahkan dengan cekatan is mempersiapkan pasukan baru untuk menghadapi hamru”ul asad dan pengingkari perjanjian yang dilakukan kaum yahudi bani quraizah ,dan kewaspadaan beliau,selalu mengedek kekuatan musuh dengan teliti dan mempersiapkan segalanya. Dia memperlakukan kaum dan pengikutnya dengan tujuan mempererat silaturrahmi dan selalu menamamkan rasa percaya diri dalam mereka is selalu mengasihi anak anak kecil dan mengayomi mereka.berbuat baik dengan fakir miskin dan terhadap hewan dia selalu menanamkan rasa kasih sayang dan melarang untuk menyakiti binatang Salah satu contoh rasa prikemanusian rasul saw adalah ketika mengutus pasukan untuk berperang dengan musuh dia selalu berpesan tidak boleh menyerang kaum sipil,dia lebih memilih damai terhadap musuh dari pada berperang ketika berperang dia berpesan tidak boleh membunuh lanjut usia anak kecil perempuan dan mengniaya musuh yang sudah tidak berdaya Ketika kaum quraisi minta suaka politik kepadanya ia tidak memberlakukan baikot ekonomi bahkan ia menyepakati import gandum dari yaman Ia juga menyerukan realisasikan sebuah perdamaian dunia dan melarang peperanga kecuali hal yang darurat D. USAHA RASUL SAW DALAM MEMBENTUK MASYARAKAT &BERPRIKEMANUSIAN Kedatangan rasul adalah sebuah rahmat bagi manusia semuanya is tidak pernah membedakan seseorang pun baik itu kulit putih atau kulit hitam dan dari suku bangsa mana,karma semua manusia itu makan dari rizki allah yang diberikan allah Rasul saw mengajak manusia untuk 1:meningkatkan harkat martabat manusia ia bersabda semua manusia berasil dari adam dan ia berasal dari tanah 2: mengajak damai sebelum perang 3: memaafkan sebelom membalas 4: mempermudah seseorang sebelom membalas perbuatan dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa peperangan yang dilaksanakan bertujuan untuk merealisasikan tujuan tujuan insani yang agung dan menuju kepada tatanan masyarakat yang berprikemanusian ia telah membuktikan bahwa dirinya adalah sebuah rahmat bagi manusia dan alam semesta peristiwa itu bisa dilihat dari pembebasan kota makkah dangan segala kemenangan yang telah digapai saat itu ia tetap berbuat baik dengan musuh dan enggan untuk membalas dendam padahal ia dapat melaksanakan ia pernah memaafkan mereka dengan sabda”pergilah kalian karma kalian sekarang sudah bebas pada waktu perang dzatur riqa dia berasil menangkap pemimpin gauts bin al harits yang berusaha beberapa kali membunuh beliau akan tetapi tetap dimaafkan rasul memperlakukan tawanan perang dengan baik ,ia telah membebaskan seorang tawanan perang dengan tangan dia sendiri disaat ia mendengar keluhan rasa sakit tangannya diikat. RASUL SEBAGAI PANGLIMA PERANG Kita bisa lihat keberasilan beliau dalam memenangkan peperangan dan menciptakan perdamaian dan mengujudkan manusia yang berakhlak dan memimpin pasukan dengan gagah berani TATA KRAMA BERGAUL Beliau tidak pernah sombong dalam pergaulan selalu tersenyum berbuat baik sesame manusia selalu menyenguk orang sakit tidak pernah memotong pembicaraan lawan tidak pernah mengangap dirinya mulia dari teman yang diajak bicara Masih banyak lagi sipat2 rasul yang kita bisa dapat teladani.. mudah2an kita bisa dapat meniru akhlak rasulullah amin…. mudah mudahan kita berusaha untuk bisa menjadikan nabi muhammad sebagai huswatun hasanah dalam kehidupan kita amin
      

Dari Kelahiran Sampai Nikah Rosulullah saw
Kelahiran Nabi SAW

Usia Abd’l-Muttalib sudah hampir mencapai tujuhpuluh tahun atau lebih tatkala Abrahah mencoba menyerang Mekah dan menghancurkan Rumah Purba. Ketika itu umur Abdullah anaknya sudah duapuluh empat tahun, dan sudah tiba masanya dikawinkan. Pilihan Abd’l-Muttalib jatuh kepada Aminah bint Wahb bin Abd Manaf bin Zuhra, – pemimpin suku Zuhra ketika itu yang sesuai pula usianya dan mempunyai kedudukan terhormat.

Pada hari perkawinan Abdullah dengan Aminah itu, Abd’l-Muttalib juga kawin dengan Hala, puteri pamannya. Dari perkawinan ini lahirlah Hamzah, paman Nabi dan yang seusia dengan dia. Abdullah dengan Aminah tinggal selama tiga hari di rumah Aminah, sesuai dengan adat kebiasaan Arab bila perkawinan dilangsungkan di rumah keluarga pengantin puteri. Sesudah itu mereka pindah bersama-sama ke keluarga Abd’l-Muttalib.

Beberapa saat setelah perkawinan, Abdullahpun pergi dalam suatu usaha perdagangan ke Suria dengan meninggalkan isteri yang dalam keadaan hamil. Dalam perjalanannya itu Abdullah tinggal selama beberapa bulan. Dalam pada itu ia pergi juga ke Gaza dan kembali lagi. Kemudian ia singgah ke tempat saudara-saudara ibunya di Medinah sekadar beristirahat sesudah merasa letih selama dalam perjalanan. Sesudah itu ia akan kembali pulang dengan kafilah ke Mekah. Akan tetapi kemudian ia menderita sakit di tempat saudara-saudara ibunya itu. Kawan-kawannyapun pulang lebih dulu meninggalkan dia.

Abd’l-Muttalibmengutus Harith – anaknya yang sulung – ke Medinah, supaya membawa kembali bila ia sudah sembuh. Tetapi sesampainya di Medinah ia mengetahui bahwa Abdullah sudah meninggal dan sudah dikuburkan pula, sebulan sesudah kafilahnya berangkat ke Mekah. Kembalilah Harith kepada keluarganya dengan membawa perasaan pilu atas kematian adiknya itu. Rasa duka dan sedih menimpa hati Abd’l-Muttalib, menimpa hati Aminah, karena ia kehilangan seorang suami yang selama ini menjadi harapan kebahagiaan hidupnya.Peninggalan Abdullah sesudah wafat terdiri dari lima ekor unta, sekelompok ternak kambing dan seorang budak perempuan, yaitu Umm Ayman – yang kemudian menjadi pengasuh Nabi. Boleh jadi peninggalan serupa itu bukan berarti suatu tanda kekayaan; tapi tidak juga merupakan suatu kemiskinan.

Aminah melahirkan beberapa bulan kemudian. Selesai bersalin dikirimnya berita kepada Abd’l Muttalib di Ka’bah, bahwa ia melahirkan seorang anak laki-laki. Alangkah gembiranya orang tua itu setelah menerima berita. Sekaligus ia teringat kepada Abdullah anaknya. Gembira sekali hatinya karena ternyata pengganti anaknya sudah ada. Cepat-cepat ia menemui menantunya itu, diangkatnya bayi itu lalu dibawanya ke Ka’bah. Ia diberi nama Muhammad. Nama ini tidak umum di kalangan orang Arab tapi cukup dikenal.

Mengenai tahun ketika Muhammad dilahirkan, beberapa ahli berlainan pendapat. Sebagian besar mengatakan pada Tahun Gajah (570 Masehi). Ibn Abbas mengatakan ia dilahirkan pada Tahun Gajah pada tanggal duabelas Rabiul Awal. Ini adalah pendapat Ibn Ishaq dan yang lain. Pada hari ketujuh kelahirannya itu Abd’l-Muttalib minta disembelihkan unta. Hal ini kemudian dilakukan dengan mengundang makan masyarakat Quraisy. Setelah mereka mengetahui bahwa anak itu diberi nama Muhammad, mereka bertanya-tanya mengapa ia tidak suka memakai nama nenek moyang. “Kuinginkan dia akan menjadi orang yang Terpuji,1 bagi Tuhan di langit dan bagi makhlukNya di bumi,” jawab Abd’l Muttalib.

Masa Kecil Nabi SAW

Sudah menjadi kebiasaan bangsawan-bangsawan Arab di Mekah bahwa anak yang baru lahir disusukan kepadakepada salah seorang Keluarga Sa’d. Sementara masih menunggu orang yang akan menyusukan itu Aminah menyerahkan anaknya kepada Thuwaiba, budak perempuan pamannya, Abu Lahab. Selama beberapa waktu ia disusukan, seperti Hamzah yang juga kemudian disusukannya. Jadi mereka adalah saudara susuan. Thuwaiba hanya beberapa hari saja menyusukan.

Akhirnya datang juga wanita-wanita Keluarga Sa’d yang akan menyusukan itu ke Mekah. Mereka memang mencari bayi yang akan mereka susukan. Akan tetapi mereka menghindari anak-anak yatim, karena mereka mengharapkan upah yang lebih. Sedang dari anak-anak yatim sedikit sekali yang dapat mereka harapkan. Oleh karena itu di antara mereka itu tak ada yang mau mendatangi Muhammad. Salah seorang dari mereka, Halimah bint Abi-Dhua’ib, ternyata tidak mendapat bayi lain sebagai gantinya. Setelah mereka akan meninggalkan Mekah, Halimah memutuskan untuk mengambil Muhammad. Dia bercerita, bahwa sejak diambilnya anak itu ia merasa mendapat berkah. Ternak kambingnya gemuk-gemuk dan susunyapun bertambah. Tuhan telah memberkati semua yang ada padanya. Selama dua tahun Muhammad tinggal di sahara, disusukan oleh Halimah dan diasuh oleh Syaima’, puterinya. Udara sahara dan kehidupan pedalaman yang kasar menyebabkannya cepat sekali menjadi besar, dan menambah indah bentuk dan pertumbuhan badannya.

Setelah cukup dua tahun dan tiba masanya disapih, Halimah membawa anak itu kepada ibunya dan sesudah itu membawanya kembali ke pedalaman. Hal ini dilakukan karena kehendak ibunya, kata sebuah keterangan, dan keterangan lain mengatakan karena kehendak Halimah sendiri. Ia dibawa kembali supaya lebih matang, juga memang dikuatirkan dari adanya serangan wabah Mekah. Dua tahun lagi anak itu tinggal di sahara, menikmati udara pedalaman yang jernih dan bebas, tidak terikat oleh sesuatu ikatan jiwa, juga tidak oleh ikatan materi.

Pada masa itu, sebelum usianya mencapai tiga tahun, ketika itulah terjadi cerita yang banyak dikisahkan orang. Yakni, bahwa sementara ia dengan saudaranya yang sebaya sesama anak-anak itu sedang berada di belakang rumah di luar pengawasan keluarganya, tiba-tiba anak yang dari Keluarga Sa’d itu kembali pulang sambil berlari, dan berkata kepada ibu-bapanya: “Saudaraku yang dari Quraisy itu telah diambil oleh dua orang laki-laki berbaju putih. Dia dibaringkan, perutnya dibedah, sambil di balik-balikan.” Dan tentang Halimah ini ada juga diceritakan, bahwa mengenai diri dan suaminya ia berkata: “Lalu saya pergi dengan ayahnya ke tempat itu. Kami jumpai dia sedang berdiri. Mukanya pucat-pasi. Kuperhatikan dia. demikian juga ayahnya. Lalu kami tanyakan: “Kenapa kau, nak?” Dia menjawab: “Aku didatangi oleh dua orang laki-laki berpakaian putih. Aku di baringkan, lalu perutku di bedah. Mereka mencari sesuatu di dalamnya. Tak tahu aku apa yang mereka cari.”

Keluarga itu kemudian ketakutan, kalau-kalau terjadi sesuatu pada anak itu. Sesudah itu, dibawanya anak itu kembali kepada ibunya di Mekah. Atas peristiwa ini Ibn Ishaq membawa sebuah Hadis Nabi sesudah kenabiannya. Dalam riwayat yang diceritakan Ibn Ishaq, dikatakan bahwa sebab dikembalikannya kepada ibunya bukan karena cerita adanya dua malaikat itu, melainkan ada beberapa orang Nasrani Abisinia memperhatikan Muhammad dan menanyakan kepada Halimah tentang anak itu. Dilihatnya belakang anak itu, lalu mereka berkata: “Biarlah kami bawa anak ini kepada raja kami di negeri kami. Anak ini akan menjadi orang penting. Kamilah yang mengetahui keadaannya.” Halimah lalu cepat-cepat menghindarkan diri dari mereka dengan membawa anak itu.

Lima tahun masa yang ditempuhnya itu telah memberikan kenangan yang indah sekali dan kekal dalam jiwanya. Demikian juga Ibu Halimah dan keluarganya tempat dia menumpahkan rasa kasih sayang dan hormat selama hidupnya itu. Penduduk daerah itu pernah mengalami suatu masa paceklik sesudah perkawinan Muhammad dengan Khadijah. Bilamana Halimah kemudian mengunjunginya, sepulangnya ia dibekali dengan harta Khadijah berupa unta yang dimuati air dan empat puluh ekor kambing. Dan setiap dia datang dibentangkannya pakaiannya yang paling berharga untuk tempat duduk Ibu Halimah sebagai tanda penghormatan. Ketika Syaima, puterinya berada di bawah tawanan bersama-sama pihak Hawazin setelah Ta’if dikepung, kemudian dibawa kepada Muhammad, ia segera mengenalnya. Ia dihormati dan dikembalikan kepada keluarganya sesuai dengan keinginan wanita itu.

Kemudian Abd’l-Muttalib yang bertindak mengasuh cucunya itu. Ia memeliharanya sungguh-sungguh dan mencurahkan segala kasih-sayangnya kepada cucu ini. Biasanya buat orang tua itu – pemimpin seluruh Quraisy dan pemimpin Mekah – diletakkannya hamparan tempat dia duduk di bawah naungan Ka’bah, dan anak-anaknya lalu duduk pula sekeliling hamparan itu sebagai penghormatan kepada orang tua. Tetapi apabila Muhammad yang datang maka didudukkannya ia di sampingnya diatas hamparan itu sambil ia mengelus-ngelus punggungnya. Melihat betapa besarnya rasa cintanya itu paman-paman Muhammad tidak mau membiarkannya di belakang dari tempat mereka duduk itu.

Kematian Ibunda

Ketika Nabi berusia 6 tahun, Aminah membawanya ke Medinah untuk diperkenalkan kepada saudara-saudara kakeknya dari pihak Keluarga Najjar. Dalam perjalanan itu dibawanya juga Umm Aiman, budak perempuan yang ditinggalkan ayahnya dulu. Sesampai mereka di Medinah kepada anak itu diperlihatkan rumah tempat ayahnya meninggal dulu serta tempat ia dikuburkan. Itu adalah yang pertama kali ia merasakan sebagai anak yatim. Dan barangkali juga ibunya pernah menceritakan dengan panjang lebar tentang ayah tercinta itu, yang setelah beberapa waktu tinggal bersama-sama, kemudian meninggal dunia di tengah-tengah pamannya dari pihak ibu.

Sesudah cukup sebulan mereka tinggal di Medinah, Aminah bersama rombongan kembali pulang dengan dua ekor unta yang membawa mereka dari Mekah. Tetapi di tengah perjalanan, ketika mereka sampai di Abwa’,2 ibunda Aminah menderita sakit, yang kemudian meninggal dan dikuburkan pula di tempat itu. Anak itu oleh Umm Aiman dibawa pulang ke Mekah, pulang menangis dengan hati yang pilu, sebatang kara. Ia makin merasa kehilangan; sudah ditakdirkan menjadi anak yatim. Terasa olehnya hidup yang makin sunyi, makin sedih. Baru beberapa hari yang lalu ia mendengar dari Ibunda keluhan duka kehilangan Ayahanda semasa ia masih dalam kandungan. Kini ia melihat sendiri dihadapannya, ibu pergi untuk tidak kembali lagi, seperti ayah dulu. Tubuh yang masih kecil itu kini dibiarkan memikul beban hidup yang berat, sebagai yatim-piatu. Lebih-lebih lagi kecintaan Abd’l-Muttalib kepadanya. Tetapi sungguhpun begitu, kenangan sedih sebagai anak yatim-piatu itu bekasnya masih mendalam sekali dalam jiwanya sehingga di dalam Qur’anpun disebutkan, ketika Allah mengingatkan Nabi akan nikmat yang dianugerahkan kepadanya itu: “Bukankah engkau dalam keadaan yatim-piatu? Lalu diadakanNya orang yang akan melindungimu? Dan menemukan kau kehilangan pedoman, lalu ditunjukkanNya jalan itu?” (Qur’an, 93: 6-7)

Nabi kemudian di bawah asuhan kakeknya, Abd’l-Muttalib. Tetapi orang tua itu juga meninggal tak lama kemudian, dalam usia delapanpuluh tahun, sedang Muhammad waktu itu baru berumur delapan tahun. Sekali lagi Muhammad dirundung kesedihan karena kematian kakeknya itu, seperti yang sudah dialaminya ketika ibunya meninggal. Begitu sedihnya dia, sehingga selalu ia menangis sambil mengantarkan keranda jenazah sampai ketempat peraduan terakhir.

Bersama Abu Talib

Kemudian pengasuhan Muhammad di pegang oleh Abu Talib, sekalipun dia bukan yang tertua di antara saudara-saudaranya. Saudara tertua adalah Harith, tapi dia tidak seberapa mampu. Sebaliknya Abbas yang mampu, tapi dia kikir sekali dengan hartanya. Oleh karena itu ia hanya memegang urusan siqaya (pengairan) tanpa mengurus rifada (makanan). Sekalipun dalam kemiskinannya itu, tapi Abu Talib mempunyai perasaan paling halus dan terhormat di kalangan Quraisy. Dan tidak pula mengherankan kalau Abd’l-Muttalib menyerahkan asuhan Muhammad kemudian kepada Abu Talib. Abu Talib mencintai kemenakannya itu sama seperti Abd’l-Muttalib juga. Karena kecintaannya itu ia mendahulukan kemenakan daripada anak-anaknya sendiri. Budi pekerti Muhammad yang luhur, cerdas, suka berbakti dan baik hati, itulah yang lebih menarik hati pamannya.

Perjalanan Pertama Ke Syam

Ketika usia Nabi baru duabelas tahun, ia turut dalam rombongan kafilah dagang bersama Abu Talib ke negeri Syam. Diceritakan, bahwa dalam perjalanan inilah ia bertemu dengan rahib Bahira, dan bahwa rahib itu telah melihat tanda-tanda kenabian padanya sesuai dengan petunjuk cerita-cerita Kristen. Rahib itu menasehatkan keluarganya supaya jangan terlampau dalam memasuki daerah Syam, sebab dikuatirkan orang-orang Yahudi yang mengetahui tanda-tanda itu akan berbuat jahat terhadap dia.

Dalam perjalanan itulah, Nabiyullah mendapat pengalaman dan wawasan yang berguna. Beliau dapat melihat luasnya padang pasir, menatap bintang-bintang yang berkilauan di langit yang jernih cemerlang. Dilaluinya daerah-daerah Madyan, Wadit’l-Qura serta peninggalan bangunan-bangunan Thamud. Didengarnya dsegala cerita orang-orang Arab dan penduduk pedalaman tentang bangunan-bangunan itu, tentang sejarahnya masa lampau. Dalam perjalanan ke daerah Syam ini ia berhenti di kebun-kebun yang lebat dengan buab-buahan yang sudah masak, yang akan membuat ia lupa akan kebun-kebun di Ta’if serta segala cerita orang tentang itu. Taman-taman yang dilihatnya dibandingkannya dengan dataran pasir yang gersang dan gunung-gunung tandus di sekeliling Mekah itu. Di Syam Muhammad mengetahui berita-berita tentang Kerajaan Rumawi dan agama Kristennya, didengarnya berita tentang Kitab Suci mereka serta oposisi Persia dari penyembah api terhadap mereka dan persiapannya menghadapi perang dengan Persia. Sekalipun usianya baru dua belas tahun, tapi dia sudah mempunyai persiapan kebesaran jiwa, kecerdasan otak, tinjauan yang begitu dalam, ingatan yang cukup kuat, serta segala sifat-sifat semacam itu yang diberikan Allah kepadanya sebagai suatu persiapan akan menerima risalah (misi) maha besar yang sedang menantinya. Ia melihat ke sekeliling, dengan sikap menyelidiki, meneliti. Ia tidak puas terhadap segala yang didengar dan dilihatnya. Ia bertanya kepada diri sendiri: Di manakah kebenaran dari semua itu?

Masa Remaja Nabi SAW

Muhammad yang tinggal dengan pamannya, menerima apa adanya. Ia melakukan pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh mereka yang seusia dia. Bila tiba bulan-bulan suci, kadang ia tinggal di Mekah dengan keluarga, kadang pergi bersama mereka ke pekan-pekan yang berdekatan dengan ‘Ukaz, Majanna dan Dhu’l-Majaz, mendengarkan sajak-sajak yang dibawakan oleh penyair-penyair Mudhahhabat dan Mu’allaqat, yang melukiskan lagu cinta dan puisi-puisi kebanggaan, melukiskan nenek moyang mereka, peperangan mereka, kemurahan hati dan jasa-jasa mereka. Didengarnya ahli-ahli pidato di antaranya orang-orang Yahudi dan Nasrani yang membenci paganisma Arab. Mereka bicara tentang Kitab-kitab Suci Isa dan Musa, dan mengajak kepada kebenaran menurut keyakinan mereka. Dinilainya semua itu dengan hati nuraninya, dilihatnya ini lebih baik daripada paganisma yang telah menghanyutkan keluarganya itu. Tetapi tidak sepenuhnya ia merasa lega.

Dengan demikian sejak muda-belia takdir telah mengantarkannya ke jurusan yang akan membawanya ke suatu saat bersejarah, saat mula pertama datangnya wahyu, tatkala Tuhan memerintahkan ia menyampaikan risalahNya itu. Yakni risalah kebenaran dan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Kalau Muhammad sudah mengenal seluk-beluk jalan padang pasir dengan pamannya Abu Talib, sudah mendengar para penyair, ahli-ahli pidato membacakan sajak-sajak dan pidato-pidato dengan keluarganya dulu di pekan sekitar Mekah selama bulan-bulan suci, maka ia juga telah mengenal arti memanggul senjata, ketika ia mendampingi paman-pamannya dalam Perang Fijar.

Perang Fijar

Perang Fijar bermula dari peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh Barradz bin Qais dari kabilah Kinana kepada ‘Urwa ar-Rahhal bin ‘Utba dari kabilah Hawazin pada bulan suci yang sebenarnya dilarang untuk berperang. Seorang pedagang, Nu’man bin’l-Mundhir, setiap tahun mengirimkan sebuah kafilah dari Hira ke ‘Ukaz, tidak jauh dari ‘Arafat. Barradz menginginkan membawa kafilah itu ke bawah pengawasan kabilah Kinana. Demikian juga ‘Urwa menginginkan mengiringi kafilah itu. Nu’man memilih ‘Urwa (Hawazin), dan hal ini menimbulkan kejengkelan Barradz (Kinana). Ia kemudian mengikutinya dari belakang, lalu membunuhnya dan mengambil kabilah itu. Maka terjadilah perang antara mereka itu. Perang ini hanya beberapa hari saja setiap tahun, tetapi berlangsung selama empat tahun terus-menerus dan berakhir dengan suatu perdamaian model pedalaman, yaitu yang menderita korban manusia lebih kecil harus membayar ganti sebanyak jumlah kelebihan korban itu kepada pihak lain. Maka dengan demikian Quraisy telah membayar kompensasi sebanyak duapuluh orang Hawazin. Perang fijar ini terjadi ketika Nabi berusia antara limabelas tahun sampai duapuluh tahun.

Beberapa tahun sesudah kenabiannya Rasulullah menyebutkan tentang Perang Fijar itu dengan berkata: “Aku mengikutinya bersama dengan paman-pamanku, juga ikut melemparkan panah dalam perang itu; sebab aku tidak suka kalau tidak juga aku ikut melaksanakan.”

Perang Fijar itu berlangsung hanya beberapa hari saja tiap tahun. Sedang selebihnya masyarakat Arab kembali ke pekerjaannya masing-masing. Pahit-getirnya peperangan yang tergores dalam hati mereka tidak akan menghalangi mereka dari kegiatan perdagangan, menjalankan riba, minum minuman keras serta pelbagai macam kesenangan dan hiburan sepuas-puasnya

Akan tetapi Nabi telah menjauhi semua itu, dan sejarah cukup menjadi saksi. Yang terang ia menjauhi itu bukan karena tidak mampu mencapainya. Mereka yang tinggal di pinggiran Mekah, yang tidak mempunyai mata pencarian, hidup dalam kemiskinan dan kekurangan, ikut hanyut juga dalam hiburan itu. Jiwa besarnya yang selalu mendambakan kesempurnaan, itu lah yang menyebabkan dia menjauhi foya-foya, yang biasa menjadi sasaran utama pemduduk Mekah. Ia mendambakan cahaya hidup yang akan lahir dalam segala manifestasi kehidupan, dan yang akan dicapainya hanya dengan dasar kebenaran. Kenyataan ini dibuktikan oleh julukan yang diberikan orang kepadanya dan bawaan yang ada dalam dirinya. Itu sebabnya, sejak masa ia kanak-kanak gejala kesempurnaan, kedewasaan dan kejujuran hati sudah tampak, sehingga penduduk Mekah semua memanggilnya Al-Amin (artinya ‘yang dapat dipercaya’).

Yang menyebabkan dia lebih banyak merenung dan berpikir, ialah pekerjaannya menggembalakan kambing sejak dalam masa mudanya itu. Dia menggembalakan kambing keluarganya dan kambing penduduk Mekah. Dengan rasa gembira ia menyebutkan saat-saat yang dialaminya pada waktu menggembala itu. Di antaranya ia berkata: “Nabi-nabi yang diutus Allah itu gembala kambing.” Dan katanya lagi: “Musa diutus, dia gembala kambing, Daud diutus, dia gembala kambing, aku diutus, juga gembala kambing keluargaku di Ajyad.” Gembala kambing yang berhati terang itu, dalam udara yang bebas lepas di siang hari, dalam kemilau bintang bila malam sudah bertahta, menemukan suatu tempat yang serasi untuk pemikiran dan permenungannya.

Pemikiran dan permenungan demikian membuat ia jauh dari segala pemikiran nafsu manusia duniawi. Ia berada lebih tinggi dari itu sehingga adanya hidup palsu yang sia-sia akan tampak jelas di hadapannya. Oleh karena itu, dalam perbuatan dan tingkah-lakunya Muhammad terhindar dari segala penodaan nama yang sudah diberikan kepadanya oleh penduduk Mekah, dan memang begitu adanya: Al-Amin. Pada suatu hari ia ingin bermain-main seperti pemuda-pemuda lain. Hal ini dikatakannya kepada kawannya pada suatu senja, bahwa ia ingin turun ke Mekah, bermain-main seperti para pemuda di gelap malam, dan dimintanya kawannya menjagakan kambing ternaknya itu. Tetapi Allah SWT selalu melindunginya, sesampainya di ujung Mekah, perhatiannya tertarik pada suatu pesta perkawinan dan dia hadir di tempat itu. Tetapi tiba-tiba ia tertidur. Pada malam berikutnya datang lagi ia ke Mekah, dengan maksud yang sama. Terdengar olehnya irama musik yang indah, seolah turun dari langit. Ia duduk mendengarkan. Lalu tertidur lagi sampai pagi.

Kenikmatan yang dirasakan Muhammad sejak masa pertumbuhannya yang mula-mula yang telah diperlihatkan dunia sejak masa mudanya adalah kenangan yang selalu hidup dalam jiwanya, yang mengajak orang hidup tidak hanya mementingkan dunia. Ini dimulai sejak kematian ayahnya ketika ia masih dalam kandungan, kemudian kematian ibunya, kemudian kematian kakeknya. Kenikmatan demikian ini tidak memerlukan harta kekayaan yang besar, tetapi memerlukan suatu kekayaan jiwa yang kuat. sehingga orang dapat mengetahui: bagaimana ia memelihara diri dan menyesuaikannya dengan kehidupan batin.

Pernikahan Dengan Khadijah ra

Ketika Nabi itu berumur duapuluh lima tahun. Abu Talib mendengar bahwa Khadijah sedang menyiapkan perdagangan yang akan dibawa dengan kafilah ke Syam. Abu Talib lalu menghubungi Khadijah untuk mengupah Muhammad untuk menjalankan perdagangannya. Khadijah setuju dengan upah empat ekor unta. Setelah mendapat nasehat paman-pamannya Muhammad pergi dengan Maisara, budak Khadijah. Dengan mengambil jalan padang pasir kafilah itupun berangkat menuju Syam, dengan melalui Wadi’l-Qura, Madyan dan Diar Thamud serta daerah-daerah yang dulu pernah dilalui Muhammad dengan pamannya Abu Talib.

Dengan kejujuran dan kemampuannya ternyata Muhammad mampu benar memperdagangkan barang-barang Khadijah, dengan cara perdagangan yang lebih banyak menguntungkan daripada yang dilakukan orang lain sebelumnya. Demikian juga dengan karakter yang manis dan perasaannya yang luhur ia dapat menarik kecintaan dan penghormatan Maisara kepadanya. Setelah tiba waktunya mereka akan kembali, mereka membeli segala barang dagangan dari Syam yang kira-kira akan disukai oleh Khadijah. Setelah kembali di Mekah, Muhammad bercerita dengan bahasa yang begitu fasih tentang perjalanannya serta laba yang diperolehnya, demikian juga mengenai barang-barang Syam yang dibawanya. Khadijah gembira dan tertarik sekali mendengarkan. sesudah itu, Maisara bercerita juga tentang Muhammad, betapa halusnya wataknya, betapa tingginya budi-pekertinya. Hal ini menambah pengetahuan Khadijah di samping yang sudah diketahuinya sebagai pemuda Mekah yang besar jasanya.

Dalam waktu singkat saja kegembiraan Khadijah ini telah berubah menjadi rasa cinta, sehingga dia – yang sudah berusia empatpuluh tahun, dan yang sebelum itu telah menolak lamaran pemuka-pemuka dan pembesar-pembesar Quraisy – tertarik juga hatinya mengawini pemuda ini, yang tutur kata dan pandangan matanya telah menembusi kalbunya. Pernah ia membicarakan hal itu kepada saudaranya yang perempuan – kata sebuah sumber, atau dengan sahabatnya, Nufaisa bint Mun-ya – kata sumber lain. Nufaisa pergi menjajagi Muhammad seraya berkata: “Kenapa kau tidak mau kawin?” “Aku tidak punya apa-apa sebagai persiapan perkawinan,” jawab Muhammad. “Kalau itu disediakan dan yang melamarmu itu cantik, berharta, terhormat dan memenuhi syarat, tidakkah akan kauterima?” “Siapa itu?” Nufaisa menjawab hanya dengan sepatah kata: “Khadijah.” “Dengan cara bagaimana?” tanya Muhammad. Sebenarnya ia sendiri berkenan kepada Khadijah sekalipun hati kecilnya belum lagi memikirkan soal perkawinan, mengingat Khadijah sudah menolak permintaan hartawan-hartawan dan bangsawan-bangsawan Quraisy. Setelah atas pertanyaan itu Nufaisa mengatakan: “Serahkan hal itu kepadaku,” maka iapun menyatakan persetujuannya.

Tak lama kemudian Khadijah menentukan waktunya yang kelak akan dihadiri oleh paman-paman Muhammad supaya dapat bertemu dengan keluarga Khadijah guna menentukan hari perkawinan. Kemudian perkawinan itu berlangsung dengan diwakili oleh paman Khadijah, Umar bin Asad, sebab Khuwailid ayahnya sudah meninggal sebelum Perang Fijar. Di sinilah dimulainya lembaran baru dalam kehidupan Muhammad. Dimulainya kehidupan itu sebagai suami-isteri dan ibu-bapa, suami-isten yang harmonis dan sedap dari kedua belah pihak, dan sebagai ibu-bapa yang telah merasakan pedihnya kehilangan anak sebagaimana pernah dialami Muhammad yang telah kehilangan ibu-bapa semasa ia masih kecil.
3.
Pembelajaran Riwayat


Sejarah Nabi Muhammad Saw. Dalam membangun masyarakat melalui kegiatan ekonomi dan perdagangan.
Muhammad adalah putra Abdullah Bin Abdul Muttalib dan Siti Aminah.
Dalam sejarah tercatat bahwa Abdul muttalib adalah salah seorang pedagang Arab yang sangat terkenal dan sukses. Ia merupakan satu dari empat putra Abdul Manaf yang selalu mengadakan perniagaan ke tempat-tempat penting di wilayah Arabia. Kakek nabi Muhahammad berniaga ke Yaman, dua kakaknya berniaga ke Syam , sedangkan Abdu Syam ke Habsyi, sedangkan Naufal adiknya berdagang ke Persia.
Kegiatan perdagangan suku Quraisy sangat teratur dalam melakukan perjalanannya. Pada musim panas mereka melakukan perjalanan ke utara, sedangkan musim dinginan ke arah selatan. Tradisi ini diabadikan di dalam Al-Quran surat Quraisy (106 ; 1-2).
لإِِِِِِيْلَفِ قُرَيْشٍ ، إِلَفِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ ...(القريش : 1-2)
Artinya:
“Karena kebiasaan oran-orang Quraisy, yaitu kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan panas”.(Qs.al-Quraisy : 1-2)
Darah pedagang dari kakeknya nampak pada seeorang calon Nabi dan Rasul Allah ini. Muhammad sejak kecil sudah ditinggalkan oleh kedua orang tuanya, Nabi Muhammad tetap teguh dalam menghadapi kehidupannya. Usaha untuk mencari nafkah sudah dilakukannya sejak kecil, dari mulai menggembala kambing sampai berdagang.
Sejak kecil pamannya Abu Thalib sudah mengajaknya untuk ikut berdagang ke negeri Syam. Bahkan menginjak usia remaja sampai dewasa beliau sedah coba berdagang dengan mengambil barang dengannya dari seorang wanita kaya, yaitu Siti Khadijah. Talenta berdagang ditambah dengan keuletan dan kejujurannya menjadikan Muhammad sukses melakukan usaha ini. Siti Khadijah terpesona dengan akhlak dan kejujuran Muhammad dalam menjajakan dagangannya itu. Akhirnya Siti Khadijah menjadikan Nabi Muhammad saw. Sebagai pasangan hidupnya.
Setelah menikah dengan Siti Khadijah perekonomian Nabi Muhammad saw. Mengalami peningkatan. Walaupun ekonominya sudah mapan , tetapi tidak menjadikannya menumpuk kekayaan. Kekayaan yang ia miliki bersama istrinya dipakai untuk membangun masyarakat muslim. Rindakan ini diikuti oleh sahabat Nabi, terutama seteklah berhijrah.
Reaksi masyarakat Mekah terhadap kedatangan Islam sungguh tidak baik. Mereka mencoba menghentikan dakwah Rasulullah dengan berbagai cara, bahkan mencoba membunuh Rasulullah. Namun semangat dan usaha Nabi Muhammad untuk menyebarkan agama Islam tidak pernah pupus.
Karena melihat peluang dakwah begitu sempit di kota Mekah, nabi Muhammad lalu berfikir untuk hijrah ke Yatsrib atau Madinah. Bagi Nabi Muhammad ,Yastrib memiliki arti hubungan yang mendalam. Bukan hanya hubungan dagang, melainkan suatu hubungan yang dekat sekali. Di tempat itu ada kuburan ayahnya, yaitu Abdulllah Bin Abdhul Muthalib. Sebelum wafat setahun sekali ibu Aminah juga berziarah ke Yastrib. Famili-familinya dari pihak Bani Najjar juga ada di Yastrib.
Ketika berusia 6 tahun, Nabi muhammmad pernah ke Yastrib menemani ibunya untuk menziarahi makam sang ayah. Kemudian beliau kembali pulang dan Aminah jatuh sakit ditengah perjalanan lalu wafat dan di kuburkan di Abwa’ yaitu pertengahan jalan antara Yatsrib dengan makkah. Jadi tidak heran tanda-tanda kemenangan nabi Muhammad dimulai dari kota Yatrib, yang segra diganti nama menjadi Madinah setelah nabi hijrah. Di tempat inilah Nabi Muhammad memperoleh kemenangan. Dari sinilah Islam akan memperoleh sukses dan berkembang.
Setelah umat Islam berhijrah ke Madinah, yang mula-mula Nabi pikirkan ialah bagaimana membangun masyarakat Islam. Nabi segera membangun mesjid lalu menyusun barisan kaum muslimin serta mempererat persatuan mereka. Untuk mencapai maksud ini, kaum muslimin dipersaudarakan dengan umat islam yang lainnya. Nabu Muhammad bersaudara dengan Ali Bin Abu Thalib, Hamzah paman nabi bersaudara dengan Zaid, bekas budak Rasul, Abu Bakar bersaudara dengan Kharija Bin Zaid, Umar Bin Khatab bersaudara Itbah Bin Malik al-Khazraji, Abdurrrahman Bin Auf bersaudara dengan Sa’ad Bin Rabi’, dan setiap kaum Muhajirin dipersaudarakan dengan kaum Anshar. Dengan persaudaraan ini kaum muslimin bertambah kuat dan merasa senasib seperjuangan.
Nabi Muhammad juga membangun masyarakat madinah melalui kegiatan ekonomi dan perdangangan. Sebab, setelah meninggalkan kota Mekah, kaum Muhajirin sama sekali tidak memiliki harta kekayaan. Semua harta kekayaan mereka tinggalkan di kota Mekah, sehingga sebahagian besar mereka ketika memasuk madinah sudah hampir tidak ada lagi yang bisa dimakan.
Nabi Muhammmad bertekad memajukan sektor ekonomi dan perdagangan. Hal ini didukung oleh semua masyarakat Islam. Bahkan Abdurrrahman Bin auf yang dipersaudarakan dengan Sa’ad bin rabi’ tidak mau ketika saudaranya tersebut memberi sejumlah uang. Dia hanya mau ditunjukkan dimana letak pasar supaya bisa berdagang seperti anjuran Rasul. Disanalah Abdurrrahman Bin auf mulai berdagang mentaega dan keju. Dalam waktu yang tidak lama, dengan kecakapannya berdagang dia telah mencapai kekayaannya kembali dan dapat memberi maskawin kepada salah seorang wanita di Madinah. Bahkan ia telah mempunyai kafilah-kafilah yang pergi dan pulang membawa barang dagangan. Selain Abdurrrahman Bin auf, dari kalangan Muhajirin juga banyak yang melakukan hal yang serupa. Orang-orang Mekah sebenarnya pandai dalam bidang perdagangan, sampai orang mengatakan bahwa dengan perdagangannya, penduduk Mekah dapat mengubah pasir sahara menjadi emas.
Selain berdagang, kegiatan ekonomi lainnnya adalah bertani. Hal ini didukung oleh tanah Madinah yang subur dengan kebun-kebun anggur dan kurmanya yang terkenal. Di antara sahabat yang menekuni bidang pertanian adalah Abu Bakar, Umar, Ali Bin Abu Thalib.keluarga-keluarga mereka terjun dalam bidang pertanian dengan cara menggarap tanah milik kaum Anshar bersama-sama pemiliknya.
Ada juga umat Islam yang berasal dari Mekah yang memiliki kesukaran hidup seperti tidak memiliki tempat tinggal, bagi mereka ini oleh Rasulullah disediakan tempat di shuffa (serambi mesjid) sebagai tempat tinggal. Oleh karena itu mereka disebut sebagai ahli shuffa(ahli shuffa). Belanja mereka diambilkan dari harta kaum muslimin baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar yang berkecukupan.
Nabi mhammad berhasil menyatukan penduduk Yatsrib dan membangun masyarakatnya melalui sektor ekonomi dan perdagangan, untuk menuju masyarakat yang adil sejahtera.
Meneladani perjuangan Nabi dan para Sahabat di Madinah
Nabi Muhammad saw. Tiba di kota Madinah pada hari Jumat tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah, yakni bertepatan dengan tanggal 24 September 622 M. Kedatangan Nabi sangat dinanti-nantikan oleh masyarakat Madinah. Selain ingin melihat dari dekat , mereka juga ingin mengikuti ajaran Nabi Muhammad sebagai nabi akhir zaman. Masyarakat Madinah berbondong-bondong menyambut kedatangan Nabi.
Orang-orang terkemuka di madinah berebut menawarkan diri supaya Nabi berkenan tinggal bersama mereka dengan segala persediaan dan persiapa yang ada. Tapi Nabi menolak dengan halus. Beliau menyusuri jalan-jalan di Yastrib di tengah kaum muslimin yang ramai menyambutnya. Penduduk Yatsrib menyaksikan hadirnya pendatang baru, orang besar yang telah mempersatukan suku Aus dan Khazraj yang selama ini saling bermusuhan dan saling berperang.
Ahirnya unta Nabi Muhammad berhenti disebuah tempat penjemuran korma milik dua orang anak yatim dari Bani najjar. Ketika itulah Rasul turun dari untanya dan berkata: “kepunyaan siapa tempat ini?” . Kepunyaan Sahal dan Suhail bin Amr,” jawab Ma’adh bin Afra’. Dia adalah wali dari kedua anak yatim itu. Ma’adh Bin Afra’meminta Nabi Muhammad supaya mendirikan mesjid dan rumahnya di tempat itu.
Hal-hal yang dapat diteladani dari perjuangan Nabi dan sahabat di Madinah adalah:
Bersikap baik kepada semua masyarakat Madinah
Dalam perjalanannya menuju kota Madinah, Nabi Muhammad selalu di minta masyarakat untuk singgah dirumah mereka. Tetapi nabi selalu menolak dengan halus. Nabi hanya menjawab,”saya akan menginap di mana untaku akan berhenti.” Namun demikian sikap Nabi tetap ramah dan baik kepada setiap masyarakat kota Madinah.
Mendirikan Masjid di Madinah
Hal yang pertama yang dipikirkan oleh nabi adalah bagaimana usaha untuk mendirikan mesjid. Nabi tidak memikirkan bagaimana membangun rumahnya sendiri, karena yang terpenting adalah masjid. Mesjid yang dibangun Nabi di Madinah inilah yang kemudian dikenal dengan sebutan mesjid Nabawi. Didirkan di atas tanah milik anak yatim Sahal dan Suhail. Nabi tidak menerima tanah itu dengan Cuma-Cuma tetapi beliau beli dengan harga yang layak. Pembangunan mesjid nabawi dikerjakan secara gotong royong dengan seluruh masyarakat, baik kaum Anshar dan Muhajirin. Nabi sendiri ikut terjun langsung untuk membantu pembangunan mesjid Nabawi.
Setelah mendirikan mesjid, Nabi dibantu oleh para sahabat membangun rumahnya disekitar mesjid, selama pembangunan itu, Nabi tinggal di rumah Abu ayyub.
Mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan Anshar
Kaum Anshar merupakan penduduk madinah yang memiliki tempat tinggal dan harta benda. Berbeda dengan kaum Muhajirin, mereka mencari selamat dan pergi ke Madinah tanpa ada tempat untuk berteduh, tiada lapangan pekerjaan dan tiada harta untuk mempertahankan hidup.
Jumlah kaum Muhajirin selalu bertambah sementara madinah bukanlah suatu daerah yang memiliki kekayaan yang melimpah. Akan tetapi keadaan tersebut tidaklah memperburuk keadaan hubungan antara kaum Anshar dan kaum Muhajirin. Justru keadaan itulah yang semakin mempererat hubungan keduanya. Tujuan mereka sama berjuang dalam menjalankan agama. Kaum
Anshar telah menolong kaum Muhajirin dengan ikhlas dan tidak memperhitungkan keuntungan materi, melainkan hany mencari keridhaan Allah. Kaum Muhajirin yang jauh dari keluarga dipersaudarakan oleh Rasululllah dengan kaum Anshar. Dengan demikian, kaum Muhajirin merasa aman dan tentram dalam menjalankan syariat islam.
Memberikan kebebasan beragama bagi seluruh penduduk Madinah.
Nabi Muhammad tidak pernah memikirkan kekuasaan, harta benda atau perniagaan. Seluruh tujuannya hanyalah memberi ketenagan jiwa, bagi mereka yang menganut ajaran Islam, dan menjamin kebebasan penganut kepercayaan agama lain. Baik bagi seorang muslim, seorang yahudi atau seorang kristen masing-masing mempunyai kebebasan yang sama dalam menganut kepercayaan, menyatakan pendapat dan mendakwahkan agama. Hanya kebbebasanlah yang menjamin dunia ini mencapai kemajuan. Oleh karena itu Nabi Muhammad selalu cinta damai. Nabi tidak akan memilih jalan perang kalau tidak terpaksa karena membela kebebasan, agama dan kepercayaan.
Nabi Muhammad membuat suatu perjanjian tertulis antara kaum Kuhajirin dan Anshar dengan orang-orang Yahudi yang terkenal dengan nama Piagam madinah. Dianatara isi perjanjian itu adalah sama-sama mengakui agama, menjaga harta benda, dan menjaga Madinah dari serangan musuh.
Kesimpulan.
Nabi Muhammad saw. Tiba di kota Madinah pada hari Jumat tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama Hijriah, yakni bertepatan dengan tanggal 24 September 622 M.
Kaum Anshar adalah umat Islam di Madinah yang membantu meringankan beban Nabi dan para sahabatnya ketika Hijrah.
Kaum Muhajirin adalah umat Islam dari Mekkah yang berhijrah ke Madinah untuk menghindari kezaliman penduduk kafir Mekkah.
Untuk mempererat kesatuan umat islam,Nabi Muhammad saw. mempersaudarakan kaum Anshar dengan kaum muhajirin.
Nabi Muhammad membangun masyarakat Islam di Madinah melalui kegiatan ekonomi dan perdagangan.
Selain berdagang, para sahabat juga menekuni sektor pertanian seperti sahabat Abu bakar, Umar dan Ali Bin Abu Thalib.
Hal pertama yang diperhatikan setelah Nabi tiba di Madinah adalah membangun mesjid, memperbaiki kondisi ekonomi dan menjaga keamanan.

4.
Selasa, 15 Desember 2009 Ditulis oleh tetangga kami
Berzina, berjudi, minum-minuman keras, dan sebagainya adalah di antara kesenangan yang sangat digemari oleh umumnya para pemuda Quraisy di Makkah pada masa itu. Tetapi pribadi Nabi Muhammad SAW di kala sebagai seorang pemuda tidak pernah mengerjakannya sama sekali, meskipun beliau diejek dan diperolok-olok oleh para pemuda di kala itu.
Keadaan pribadi Nabi SAW sebelum menjadi Nabi dan Rasul Allah, adalah bersih dan jauh dari semua kelkuan dan perbuatan kaum jahiliyah. Sejak beliau dilahirkan, beliau hidup dalam masa yang gelap, dan boleh dikatakan berada di tengah-tengah masyarakat yang tidak berperikemanusiaan. Oleh sebab itu, sejak kecil beliau tidak mendapat pendidikan ahlaq tetapi mempunyai akhlaq yang baik lagi utama.

Sejak kecil, beliau hidup di antara orang-orang yang menyembah patung-patung berhala, arca-arca, makanan-makanan, memuja kayu-kayu, batu-batu, dan lain sebagainya, tetapi beliau tidak pernah ikut mengerjakannya, bahkan amat tidak sudi melihat perbuatan semacam itu.

Diriwayatkan, bahwa pada suatu waktu pamannya bersama sanak saudaranya yang laki-laki dan perempuan hendak meramaikan dan ikut merayakan dalam suatu perayaan yang biasa diadakan oleh bangsa Quraisy pada tiap-tiap tahun di tempat suatu berhala. Beliau diajak oleh mereka pergi ke tempat itu. Tetapi beliau tidak mau turut pergi ke tempat itu, sehingga para paman beliau sangat marah dan murka kepada beliau. Beliau pun mendapat ancaman keras dari para pamannya, antara lain jika beliau tidak mau turut menghormati dan menyembah berhala itu, beliau akan mendapat kutuk dari berhala itu, dan selama hidupnya tidak akan mendapat bahagia. Tetapi beliau tetap tidak mau turut sekalipun dipaksa dengan cara apa saja.

Nabi Muhammad SAW sejak kecil hidup di tempat yang orang-orangnya gemar berselisih, bercekcok dan bertengkar, gemar menumpahkan darah lantaran perkara kecil saja, gemar bermegah-megahan tentang kekayaan duniawi dan kemewahan hidup. Tetapi beliau tidak menyukai kelakuan-kelakuan dan perbuatan-perbuatan semacam itu.

Nabi Muhamad SAW sejak kecil hidup di tempat yang orang-orangnya gemar berzina, gemar berebut perempuan, gemar berbuat riba, gemar berjudi dan taruhan, gemar memakan barang yang haram, gemar meminum minuman keras, gemar membunuh anak perempuannya sendiri untuk kepentingan dan kehormatan dirinya, dan gemar menjalankan perbuatan-perbuatan yang nista. Tetapi beliau sama sekali tidak pernah ikut menjalankan perbuatan-perbuatan semacam itu. Bahkan beliau sangat menjauhkan diri dari semua perbuatan yang keji dan buruk itu, karena beliau sangat jijik dan tidak sudi.

Berzina, berjudi, minum-minuman keras, dan sebagainya adalah di antara kesenangan yang sangat digemari oleh umumnya para pemuda Quraisy di Makkah pada masa itu. Tetapi pribadi Nabi Muhammad SAW di kala sebagai seorang pemuda tidak pernah mengerjakannya sama sekali, meskipun beliau diejek dan diperolok-olok oleh para pemuda di kala itu.

Dan sebagaimana telah diuraikan dalam banyak riwayat, bahwa ketika pribadi Nabi SAW pergi berdagang di negeri Syam, dalam perjalanan dan cara menjual dagangan, beliau tidak mengikuti kebiasaan yang berlaku. Ini pun telah menunjukkan, bahwa beliau di kala itu sudah tidak sudi mengikuti kelakuan dan perbuatan orang-orang yang sedang dalam kesesatan.

Demikianlah di antara riwayat yang menunjukkan bahwa pribadi Nabi Muhammad SAW sebelum diangkat dan ditetapkan menjadi Rasul Allah adalah bersih dan jauh daripada kelakuan-kelakuan serta perbuatan-perbuatan jahiliyah. Adapun kegemaran Nabi SAW pada masa itu ialah menyendiri untuk merenung dan mendekatkan diri pada penciptanya.

Dan Perlu diketahui pula, bahwa keempat putri beliau yang hidup sampai dewasa dan bersuami serta berumah tangga seperti yang telah diterangkan dalam banyak riwayat, mereka itu pada masa kanak-kanak tidak pernah disusukan dan diasuh oleh orang lain sebagaimana adat kebiasaan para bangsawan Quraisy di kala itu. Mereka masing-masing disusui, diasuh, dirawat, dan dididik oleh Siti Khadijah dan dengan pengawasan beliau sendiri.

Peristiwa ini menunjukkan pula bahwa beliau memang memiliki kebiasan dan pemahaman yang berbeda dengan kebiasaan yang telah berlaku dalam lingkungan masyarakat bangsawan Arab pada masa itu.